Nama :Agung eko
prasetyo
NIM :40211082
Prodi :PGSD 3/3
Cintailah
Tanah Air Kita
(Oleh : Ramadhana Kurnia)
(Oleh : Ramadhana Kurnia)
Teng … teng …
Waktu istirahat telah habis. Puluhan murid berhamburan dari
kantin untuk kembali ke kelas mereka, ada juga yang dari masjid setelah melaksanakan
ibadah sunnah sholat dhuha. Empat sekawan; Alisia, Ashley, Danial, dan Dakota
keluar dari masjid dengan lesu. Alisia dan Ashley pergi menuju loker untuk
menyimpan mukena mereka, diikuti Danial dan Dakota.
“Setelah ini PKn, membosankan!” gerutu Ashley sambil
mengeluarkan kunci loker dari sakunya lalu membuka loker.
“Pelajarannya sudah membosankan, tambah lagi gurunya gak
pernah senyum. Dari dulu cuma bahas buku paket lalu kerjain lima puluh soal,
gak pernah berubah!” tambah Alisia sambil melemparkan mukena ke dalam loker
dengan malas.
“Tapi dia baik, lho! Nilai ulanganku cuma 86 tapi di raportku
bisa jadi 92,” kekeh Dakota.
“Mungkin dia jatuh cinta padamu,” jawab Ashley dengan sinis,
ia mengunci loker sambil memutar bola matanya.
“Bukan urusanku! Yang penting nilai raportku bagus, itu
saja,” Dakota membuang muka. Danial hanya diam, tapi dari ekspresinya tentu
saja dia setuju dengan ketiga sohibnya.
“Aku mau jajan dulu aja!” Alisia berjalan menuju kantin,
ketiga sobatnya mengikuti.
Selesai jajan, mereka bertiga menuju ke kelas. Bu Guru belum
datang, teman-teman mereka asyik bermain kartu UNO.
“Assalamu’alaikum …,” sapa seorang laki-laki muda yang
tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. Semua anak berhambur menuju meja
masing-masing. Ria segera membersihkan kartu UNO-nya dan menyembunyikannya di
laci. Danial dan Dakota sibuk membenahi tali sepatu mereka yang diikatkan oleh
Alisia dan Ashley sebagai pembalasan keusilan mereka selama ini.
“Wa’alaikumussalam …,” jawab anak-anak sama sekali tak
serentak.
“Perkenalkan, nama saya Fauzi Abu Bakar, kalian bisa panggil
saya Pak Fauzi. Saya akan menjadi guru PKn kalian mulai dari sekarang. Sebelum
kita memulai pelajaran, coba kalian perkenalkan diri kalian satu persatu,” kata
Pak Fauzi. Murid-murid saling berpandangan, tidak ada satupun yang mau pertama
memperkenalkan diri.
“Mulai dari yang paling depan saja,” sambung Pak Fauzi sambil
tersenyum dan menunjuk meja Lutfi. Luthfi menggaruk-garuk kepalanya dan berdiri
dengan sangat lambat.
“Nama saya Luthfi Raditya Haryadi, biasa dipanggil Luthfi,”
kata Luthfi. Semua anak-anak bergiliran memperkenalkan diri satu-persatu.
“Baiklah, karena sudah perkenalan, mari kita mulai pelajaran.
Hmm, sampai bab berapa pelajarannya, mbak mas?” tanya Pak Fauzi. Semua murid
berpandangan.
“Enggak tahu, Pak. Gurunya aja ngajar gak jelas,” celetuk
Dakota sambil menguap lebar. “Loncat sana loncat sini, sama sekali nggak kayak
katak.”
“Baiklah, karena kalian tampaknya tidak semangat, saya akan
cerita,” Pak Fauzi memutuskan sambil tersenyum. Semua anak meletakkan wajah
mereka di meja. Bu Guru PKn yang dulu bila sudah memutuskan untuk ‘bercerita’,
maka itu adalah bencana bagi anak-anak karena anak-anak yang ngantuk disuruh
menebak kelanjutan ceritanya yang sama sekali unpredictable dan gak seru.
“Kisah ini kisah nyata yang dialami oleh saudara sepupu saya,
namanya Kak Nayyif. Dia seorang sangat cerdas di sekolahnya, terutama dalam
pelajaran math dan science. Setelah lulus
SMA, ia dibiayai oleh pemerintah untuk sekolah di luar negeri dengan ikatan dinas.
Iapun berangkat ke sebuah universitas di Washington dan bersekolah di sana. Di
sana ia sakit, lalu ia periksa kepada seorang dokter dan ia positif mengidap
suatu penyakit kanker dan diprediksi hidupnya tidak akan lama lagi. Lalu pada
suatu hari, ia didatangi oleh tim dari Netherland dan ditawari untuk diobatkan
tapi harus bersekolah di Amsterdam lalu bekerja untuk pemerintah Netherland.
Kak Nayyif pun menolak karena ia ingat bahwa ia bisa pergi dan sekolah di sini
karena dibiayai oleh pemerintah Indonesia. Lalu Kak Nayyif berdo’a bahwa ia
ingin sekali melajutkan sekolahnya lalu bisa pulang kembali dan membangun
negaranya, Indonesia, maka jika Allah meridhai niatnya itu, ia minta
disembuhkan. Kemudian datanglah seorang dokter muslim dari sebuah rumah sakit
besar di USA dan menawari Kak Nayyif pengobatan gratis. Kak Nayyif menerima
tawaran tersebut. Kak Nayyif pun diobati oleh para ahli kesehatan dari rumah
sakit besar tersebut dan pada akhirnya ia berhasil sembuh. Setelah sembuh, Kak
Nayyif mulai menempuh sekolah S3-nya. Saat hendak lulus, ia didatangi oleh FBI
untuk menjadi salah satu bagian dari mereka, tapi dengan demikian ia harus
meninggalkan semua hidupnya dan hidup menjadi orang lain dengan identitas dan
alamat lain, ia juga harus meninggalkan keluarganya dan seluruh kehidupannya di
Indonesia. Kak Nayyif pun menolak dengan tawaran itu karena ia sangat ingin
kembali pulang dan membangun negaranya,” cerita Pak Fauzi panjang lebar. Beliau
memandang murid-muridnya sambil tersenyum.
“Nah, dari sini banyak pelajaran yang dapat
kita ambil,” sambung Pak Fauzi. “Untuk dapat membangun negara, rasa
nasionalisme adalah hal yang utama dan hal yang sangat diperlukan oleh
seseorang. Tapi nasionalisme tidak dapat berdiri sendiri. Seseorang yang
memiliki rasa nasionalisme kuat tapi tidak diimbangi dengan iman yang kuat
pula, maka akan memunculkan paham bernama fasisme, yaitu merasa bangsanya yang
paling unggul. Saya akui, pelajaran PKn sangatlah membosankan, mengantukkan,
dan menyebalkan. Saya tidak menuntut kalian semua untuk cinta pelajaran yang
membosankan ini, yang saya inginkan adalah kalian semua cinta terhadap
Indonesia.”
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق